Monday, September 17, 2018

Mengembalikan Kelestarian Sungai

Sungai adalah nadi sebuah peradaban. Karenanya sungai memiliki peran vital dalam perkembangan sebuah peradaban. Sumber daya air yang dihasilkan oleh sungai memiliki berbagai kegunaan meliputi penggunaan di bidang pertanian, industri, rumah tangga, rekreasi serta aktivitas lingkungan.

Sungai sendiri diartikan sebagai aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir dari hulu hingga hilir. Sungai berasal dari daerah aliran sungai (DAS) yang secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang berfungsi untuk menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik.

Dalam sebuah laporan sejarah dari seorang opsir Belanda Pada abad ke-19 yang kemudian menulis sebuah buku yang telah diterjemahkan kedalam beberapa bahasa, dalam bukunya ia menyatakan bahwa pada abad ke-19 sungai sangat menyatu dengan kehidupan masyarakat pada saat itu. Antara lain karena banyaknya transportasi sungai. Ia menyatakan bahwa negeri ini terlalu kaya, ia menghasilkan kekayaan  tanpa perlu bekerja. Ia hanya peru membungkuk unatuk mendapatkan hasilnya, dan itu membuat mereka malas, dam kemalasan itu adalah akar dari kemalasan. Karena melimpahnya anugerahnya Tuhan, kita ingin menikmatinya saja tanpa memikirkan bagaimana dampaknya bagi generasi yang akan datang. Inilah salah satu mentalitas atau mindset yang harus dirubah dari masyarakat kita.

Seperti yang kita ketahui, di bumi ini sungailah yang menjadi satu-satunya lumbung bagi ketersediaan air tawar. Namun dewasa ini, banyak sekali sungai-sungai yang mengalami pendangkalan, khususnya di pulau Borneo dan kota Banjarmasin sehingga tidak lagi bisa disebut kota seribu sungai. Ini merupakan suatu musibah. Ada apa dengan alam ini? Sungai sekarang tidak lagi menjadi urat nadi masyarakat karena masyarakat sekarang lebih banyak hidup di daratan. Padahal, masyarakat Borneo sendiri dikenal dengan masyarakat sungai, yaitu masyarakat yang menggantungkan seluruh hidupnya pada sungai. Sungailah yang menghidupinya dan ialah yang memelihara sungai sebagai sumber hidup.

Sayangnya,  dewasa ini terjadi kecenderungan pemanfaatan zona di sekitar sungai semakin didesak oleh kepentingan manusia. Banyak sungai mengalami penurunan fungsi, penyempitan, pendangkalan dan pencemaran. Fungsi sungai telah berubah menjadi tempat pembuangan air limbah dan sampah sehingga tercemar, dangkal dan rawan terhadap banjir serta masalah lingkungan lainnya.
Karenanya, Prof. Malkianus Paul lambut, Ems selaku tokoh masyarakat dalam ceramahnya pada acara Kongres Sungai Indonesia III yang bertuan rumah di kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan mengajukan empat tahapan perbaikan sungai, yaitu :
1.      Tahapan Normalisasi sungai. Sungai itu harus mengalir. Jika suatu sungai tidak mengalir ia bukanlah sungai. Jika ada sungai yang tidak bisa mengalir, harus di tutup. Karena ia akan merusak.
2.      Tahap Refungsionalisasi sungai Sungai harus memiliki fungsi dalam kehidupan.
3.      Tahap Revitalisasi. Membuat sungai menjadi perkasa.
4.      Tahap Revavilasi sungai, menghidupkan kembali sungai.

Pemeritah pun akan melakukan penataan ulang tepi sungai dengan menghapuskan jamban apung, karena hal tersebut dapat menyebabkan pencemaran sungai. Namun tidak menghapuskan pemukiman penduduk bantaran sungai, karena pemukiman adalah produk budaya yang menjadi ruang dan tempat manusia berbudaya dan terus berkembang seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan perkembangan budaya. Kawasan permukiman tepian sungai perlu dipertahankan kearifan lokalnya.
Rendahnya kualitas lingkungan terlihat dengan minimnya sarana dan prasarana permukiman seperti kurangnya pengelolaan sampah dan limbah, sanitasi yang buruk, ketersedian air minum yang kurang, perumahan tidak layak huni, infrastruktur jalan dan sistem drainase yang rendah, tingkat kepadatan yang cukup tinggi, serta pencemaran sungai Sungai Martapura akibat limbah rumah tangga dan limbah pembuangan kotoran manusia yang langsung ke sungai, ditandai dengan keberadaan ribuan jamban di Sungai Martapura. 

Selain itu, tokoh-tokoh agama serta pemuka-pemuka masyarakat pun harus ikut andil dalam upaya pelestarian sungai. Hal ini dirasa penting karena masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang religius. Di Kalimantan Selatan sendiri, sekitar 97% masyarakatnya bergama Islam, dan 99.5% etnis banjar di seluruh indonesia beragama islam. Karena itulah sudut pandang keagamaan masyarakat pun dirasa berpengaruh pada penjagaan terhadap kelestarian lingkungan, khususnya sungai. Hal tersebut tentunya tidak bisa terlepas dari praktik dan paham keagamaan. Di sinilah peran para tokoh agama yang memiliki kedudukan pada masyarakat. Lewat majelis-majelis ilmunya, para tokoh agama tersebut dapat menyampaikan nasihat-nasihat terkait dengan pelestarian dan pemberdayaan alam khususnya sungai agar dapat merubah mindset masyarakat.

Sungai adalah satu-satunya sumber persediaan air tawar di muka bumi. Karenanya, kita sebagai makhluk  hidup yang memerlukan air tawar hendaknya menjaga kelestarian sungai tidak hanya bagi diri kita, namun juga bagi generasi-generasi selanjutnya. Sebagai seorang kader dakwah, tentunya kita harus mampu menjadi pionir terdepan dalam usaha pelestarian sungai. Dengan memberikan pengertian serta penyuluhan terhadap masyarakat, diharapkan kita mampu mengubah perilaku buruk masyarakat terkait dengan pencemaran sungai.


1 comment:

  1. casino.online, poker - Dr.MD
    Casino online - play online and find 포천 출장마사지 the best casino games at Dr.MD. 서울특별 출장안마 Casino Online - play live, 경주 출장마사지 or bet on your 경상북도 출장샵 favorite 아산 출장안마 table games with over 2,500 slots!

    ReplyDelete