BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
pembahasan tasawuf, taubat dimaksudkan sebagai maqam pertama yang harus dilalui
dan dijalani oleh seorang salik. Dikatakan Allah Swt. Tidak mendekati sebelum
bertaubat. Karena dengan taubat, jiwa seorang salik bersih dari dosa. Tuhan
dapat didekati dengan jiwa yang suci.
Taubat
merupakan sebuah permulaan, karena setiap hamba pasti pernah tergelincir,
bahkan sering. Memang manusia adalah tempatya salah dan lupa. Namuun, manusia
yang terbaik bukanlah mereka yang sama sekali tidak pernah melakukan dosa. Akan
tetapi, mereka yang ketika berbuat kesalahan atau dosa, dia langsung bertaubat
kepada Allah SWT. Dengan sebenar-benarnya taubat. Bukan sekedar taubat sesaat
yang diiringi dengan niat hati untuk mengulang dosa kembali.
Karena begitu pentingnya taubat bagi
kehidupan manusia, maka kita perlu memperdalam pembahasan tentang taubat dan
hal-hal yang berkaitan dengannya.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam
masalah “Taubat” ini, saya selaku penulis makalah ini akan
membatasi permasalahan pada hal berikut:
1.
Pengertian
taubat.
2.
Macam-macam
taubat.
3.
Syarat-syarat
taubat.
4.
Keutamaan
taubat.
5.
Macam-macam
dosa yang dimintakan taubat.
6.
Penghambat
dan pembangkit taubat.
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan saya
selaku penulis dalam pembuatan makalah ini adalah :
1.
Untuk
melengkapi tugas mata kuliah Pengantar Studi Islam
2.
Sebagai
media pembelajaran dan diskusi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Taubat
Kata
dari “Taubat” dalam bahasa Arab berarti “kembali”. Taubat adalah kembali kepada
Allah setelah melakukan maksiat. Taubat marupakan rahmat Allah yang diberikan
kepada hamba-Nya agar mereka dapat kembali kepada-Nya. Taubat adalah maqam awal
yang harus dilalui oleh seorang salik. Sebelum mencapai maqam ini seorang salik
tidak akan bisa mencapai maqam-maqam lainnya. Karena sebuah tujuan akhir tidak
akan dapat dicapai tanpa adanya.langkah.awal.atau.pintu.masuk.yang.benar.
Pada tahap Taubat ini seorang sufi membersihkan dirinya (tazkiyyah al-nafs) daripada perilaku yang menimbulkan dosa dan rasa bersalah. Taubat juga merupakan sebuah terma yang dikembangkan para salikin (orang-orang menuju Tuhan) untuk mencapai maqamat berikut.yang.akan.diuraikan.selepas.ini.
Taubat itu sendiri mengandungi makna “kembali”; dia berTaubat berarti dia kembali. Jadi Taubat adalah kembali daripada sesuatu yang dicela oleh Syara’ menuju sesuatu yang dipuji olehnya. Al-Junayd al-Baghdadi seorang ahli sufi pernah ditanya tentang Taubat. Dia menjawab: “Taubat adalah menghapuskan dosa seseorang.” Pertanyaan yang sama juga diajukan kepada Sahl al-Tustari seorang ahli sufi katanya: “Taubat bererti tidak melupakan
dosa seseorang”. Taubat menurut Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah pula adalah “kembalinya seseorang hamba kepada Allah dengan meninggalkan jalan orang-orang yang dimurkai Tuhan.dan.jalan.orang-orang.yang.tersesat.
Dia tidak mudah memperolehinya kecuali dengan hidayah Allah agar dia mengikuti sirat al-mustaqim (jalan yang lurus)”. Taubat itu sendiri tidak sah kecuali dengan menyedari dosa tersebut mengakui dan berusaha mengatasi akibat-akibat daripada dosa yang dilakukan. Menurut pengertian lain Taubat juga bererti “bangunnya psikologi manusia yang melahirkan kesedaran terhadap segala kekurangan atau kesalahannya dan menetapkan tekad dan azam yang disertai dengan amal perbuatan untuk memperbaikinya”
Dalam
pembahasan tasawuf, taubat dimaksudkan sebagai maqam pertama yang harus dilalui
dan dijalani oleh seorang salik. Dikatakan Allah Swt. Tidak mendekati sebelum
bertaubat. Karena dengan taubat, jiwa seorang salik bersih dari dosa. Tuha
dapat didekati dengan jiwa yang suci.
B.
Macam-macam
Taubat
Ibnu
Taimiah berkata, bahwa taubat itu terbagi menjadi dua macam: Taubat Wajib dan
Taubat Sunnah
a.
Taubat
Wajib
Taubat
wajib adalah taubat dari meninggalkan hal-hal yang diwajibkan dan dari
melakukan hal-hal yang diharamkan. Taubat jenis ini diwajibkan bagi setiap
mukalaf, sebagaimana yang telah diperintahkan Allah dan Rasul-Nya.
b.
Taubat
Sunnah
Taubat
sunah yaitu taubatnya seorang mukallaf dari meninggalkan hal-hal yang
disunnahkan dan meninggalkan hal-hal yang dimakruhkan.
C.
Syarat-syarat
Taubat
Syarat-syarat taubat terbagi menjadi tiga, yaitu :
1.
Nadam, yaitu rasa menyesal terhadap perbuatan maksiat yang telah
diperbuat
2.
Iqla’, yaitu mencabut atau meninggalkan perbuatan dosa atau maksiat itu
serta bersungguh-sungguh tidakakan mengulanginya lagi.
3.
Ibdal, yaitu mengganti perbuatan jahat dengan perbuatan baik
D.
Tingkatan
Taubat
Taubat terbagi menjadi tiga tingkatan,
Yaitu:
1.
Taubat
Awam
Taubat awam yaitu kembali dari
dosa-dosa karena takut guncangan siksa. Syaratnya adalah meningglakan berbagai
maksiat. Tujuannya adalah melenyapkan rasa lezat berbuat maksiat (jika si
pelaku merenunginya).
2.
Taubat
orang-orang khawash (istimewa)
Taubat
orang-orang khawash (istimewa) yaitu kembali dari dosa karena malu
kepada Allah Swt. Syaratnya adalah si hamba tidak menemukan satu tempat
persembunyian pun yang tidak mendapat terang cahaya mentari malu dari Allah
Swt. Tujuannya adalah agar ia tidak melihat satu tempat pun untuk berbuat
maksiat kepada Allah yang tidak diketahui-Nya, serta ada rasa malu kepada Alla
Swt.
3.
Taubat
orang-orang paling khusus (khawash al-khawash)
Taubat
orang-orang paling khusus (khawash al-khawash) yaitu melupakan nafsu,
maksiat, dan hukuman atas maksiat karena tenggelam dalam melihat kemuliaan
Allah dan hatinya lenyap di samudera keagungan dan keperkasaan-Nya. Syaratnya
adalah membiarkan nafsu berada dalam penjara lupa serta membiarkannya lenyap,
kecuali saat darurat (untuk memenuhi kebutuhan pokok).
E.
Taubat
Nasuha
Terlepas dari mengenai tingkatan taubat, perlu diketahui bahwa
taubat yang diperintahkan kepada orang-orang mukmin adalah taubat nasuha.
Seperti yang disebutkan Allah SWT. Pada surat At-Tahrim : 8
F.
$pkr'¯»t
úïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
(#þqç/qè?
n<Î)
«!$#
Zpt/öqs?
%·nqÝÁ¯R
4Ó|¤tã
öNä3/u
br&
tÏeÿs3ã
öNä3Ytã
öNä3Ï?$t«Íhy
öNà6n=Åzôãur
;MȬZy_
ÌøgrB
`ÏB
$ygÏFøtrB
ã»yg÷RF{$#
tPöqt
w
Ìøä
ª!$#
¢ÓÉ<¨Z9$#
z`Ï%©!$#ur
(#qãZtB#uä
¼çmyètB
( öNèdâqçR
4Ótëó¡o
ú÷üt/
öNÍkÉ÷r&
öNÍkÈ]»yJ÷r'Î/ur
tbqä9qà)t
!$uZ/u
öNÏJø?r&
$uZs9
$tRuqçR
öÏÿøî$#ur
!$uZs9
( y7¨RÎ)
4n?tã
Èe@à2
&äóÓx«
ÖÏs%
ÇÑÈ
8. Hai orang-orang yang beriman,
bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).
Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke
dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah
tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya
mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka
mengatakan: "Ya Rabb Kami, sempurnakanlah bagi Kami cahaya Kami dan
ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."
An-Nasuh
merupakan bentukan kata penyangatan dari An-Nasih. Kata nashaha sendiri
dalam bahasa arab berarti pemurnian.
Al-Hafidzh Ibnu Katsir mengatakn di dalam tafsir-nya,
“Taubat nasuha yaitu taubat yang sebenar-benarnya dan pasti, yang mampu
menghapus dosa-dosa sebelumnya, menguraikan kesusutan orang-orang yang
bertaubat, menghimpun hatinya dan mengenyahkan kehinaan yang dilakukanya.” [1]
Siapa yang
bertaubat kepada Allah dengan taubatan nasuha dan menghimpun semua
syarat-syarat taubat sesuai dengan haknya, maka bias dipastikan bahwa taubatnya
diterima oleh Allah. Muhamad bin
Ka’b Al-Qurthuby berkata, “Taubatan nasuhan menghimpun empat perkara:
Memohon ampun dengan lisan, membebaskan diri dari dosa dengan badan, tekad
untuk tidak kembali melakukannya lagi dengan dengan sepenuh perasaaan, dan
menghindari teman-teman yang buruk”.
Namun diantara ulama ada yang mengatakan, diterimanya taubat itu belum bisa
dipastikan, tapi hanya sebatas harapan. Orang yang bertaubat ada di bawah
kehendak Allah sekalipun ia sudah bertaubat. Mereka berhujjah dengan firman
Allah dalam QS. An-Nisa : 48
¨bÎ)
©!$#
w
ãÏÿøót
br&
x8uô³ç
¾ÏmÎ/
ãÏÿøótur
$tB
tbrß
y7Ï9ºs
`yJÏ9
âä!$t±o
4 `tBur
õ8Îô³ç
«!$$Î/
Ïs)sù
#utIøù$#
$¸JøOÎ)
$¸JÏàtã
ÇÍÑÈ
48.
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala
dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang
besar.
Pendapat lain mengatakan bahwa, seseorang yang telah melakukan taubat
hakiki jika dia benar-benar telah berpaling dan kembali dari dosa-dosa menuju
kebajikan dan petunjuk. Apabila berpaling dari dosa dilakukan dengan
kesungguhan dan bukan semata-mata karena menyaksikan hukuman, dengan kekuasaan
dan rahmat-Nya Allah Swt akan menerima taubatnya. Hal ini ditilik dari
janji dan Sunnatullah yang berlaku pada makhluknya, Allah Swt berfirman dalam
QS. Asy-Syura : 25
uqèdur
Ï%©!$#
ã@t7ø)t
spt/öqG9$#
ô`tã
¾ÍnÏ$t7Ïã
(#qàÿ÷ètur
Ç`tã
ÏN$t«Íh¡¡9$#
ãNn=÷ètur
$tB
cqè=yèøÿs?
ÇËÎÈ
25.
dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan
kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan,
F. Unsur Perbuatan dalam Taubat
1.
Istighfar
Istighfar
artinya memohon ampunan atau memohon penghapusan dosa, pengenyahan pengaruhnya,
dan perlindungan dari kejahatnnya. Ibnul-Qayyim Al-Jauzy berkata, ”Hakikat al-maghfirah
adalah perlindungan dari kejahatan dosa, seperti kata al-mighfar (tutup
kepala) yang melindungi kepala dari gangguan. Ampunan harus diminta dari Allah,
karena di antara asma-Nya adalah Al-Ghafur, Al-Ghaffar, dan di antara
sifat-Nya.
Istighfar
yang hakiki mencakup taubat, sebagaimana taubat yang mencakup istighfar, yang
satu masuk ke dalam pengertian yang lain jika disebutkan sendiri-sendiri. Tapi
jika keduanya disertakan dalam satu kalimat, makna istighfar di sini adalah
memohon perlindungan dari akibat dosa yang lampau, sedangkan makna taubat
adalah kembali dan memohon perlindungan dari akibat keburukan yang
dikhawatirkan akan muncul di masa mendatang.[2]
Sebagaimana
yang dikatakan ibnu katsir, bahwa telah disebutkan di kitab-kitab shahih dan
juga lain-lainnya, dari sejumlah sahabat, dari Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam, beliau bersabda,
اِنَّالله تَعَالَى يَنْزِلُ كُلَّ لَيْلَةٍ اِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا
, حِيْنَ يَبْقَى ثُلُثُ الّيْلِ لْأَخِرِ , فَيَقُول : هَلْ مِنْ تَائِبٍ
فِأَتُوبُ عَلَيهِ؟ هَلْ مِنْ مُسْفَغْفِرٍ فَأَغْفِرُ لَهُ؟ هَلْ مِنْ سَائِلٍ
فَيُعْطِى سُؤَلُهُ؟ َ هَتّى يَطلُعَ الْفَجْرُ
“Sesungguhnya
setiap malam Allah turun ke langit dunia, hingga ketiga tingal sepertiga malam
yang terakhir, Dia berfirman, ‘Adakah orang yang bertaubat agar Aku menerima
taubatnya? Adakah orang yang memohon ampunan agar Aku mengampuninya? Adakah
orang yang meminta agar Aku memenuhi permintaannya?’ Hal ini terjadi hingga
terbit fajar.”
Istighfar yang
paling layak dilakukan ialah saat terseret ke jurang kedurhakaan dan dosa.
Siapa yang bisa menjamin bahwa dia akan selamat pada waktu itu? Dengan
istighfar ini seseorang bisa memperoleh gantungan untuk bangkit dari
ketergelincirannya dan mendapatkan pembersih yang menghilangkan kerak dosanya.
Ada beberapa
syarat yang hendaknya dipenuhi agar istighfar kita diterima disisi Allah,
beserta adab-adab yang menyempurnakannya:
·
Niat
yang benar hanya karena Allah semata.
·
Harus
ada kebersamaan hati dan lisan untuk
beristighfar.
·
Menjaga
kesucian, adapun ini adalah adab yang merupakan penyempurna istighfar.
·
Memohon
ampunan kepada Allah dalam keadaan antara takut dan berharap.
·
Memilih
waktu-waktu yang lebih utama.
·
Memohon
ampun sewaktu shalat.
2.
Merubah
lingkungan dan teman-teman.
Merubah
lingkungan sosial yang banyak diwarnai noda, yang selama melakukan penyimpangan
dan kedurhakaan berada di sana, lalu pindah mencari lingkungan yang lebih
bersih dan terbebas dari perbuatan dosa.
Ini
merupakan teori pendidik yang sangat layak untuk diterapkan. Hal ini ditegaskan
kandungan hadits shahih tentang seseorang yang pernah membunuh seratus orang,
sementara ia ingin sekali bertaubat dari tindakannya itu. Lalu diperintahkanlah
ia untuk mendatangi orang-orang yang menyembah Allah dan hidup bersama mereka.
3.
Menyusuli
keburukan dengan kebaikan.
Inilah
yang diperintahkan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam kepada Abu Dzar Radhiyallahu Anhu, saat
beliau menyampaikan sebuah nasehat,
“Bertakwalah
kepada Allah di manapun kamu berada, dan susuilah keburukan dengan kebaikan,
agar ia menghapusnya, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.”
(Diriwayatkan Ahmad, Al-Hakim dan At-Tirmidzy).[3]
Maksudnya,
orang muslim yang baru melakukan kedurhakaan harus menyusulinya dan ketaatan,
seperti shalat, shadaqah, puasa, istighfar, tasbih, dzikir, berbuat kebajikan,
dan lain sebagainya. Firman Allah,
ÉOÏ%r&ur
no4qn=¢Á9$#
ÇnûtsÛ
Í$pk¨]9$#
$Zÿs9ãur
z`ÏiB
È@ø©9$#
4 ¨bÎ)
ÏM»uZ|¡ptø:$#
tû÷ùÏdõã
ÏN$t«Íh¡¡9$#
4 y7Ï9ºs
3tø.Ï
úïÌÏ.º©%#Ï9
ÇÊÊÍÈ
“Dan
dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada
bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik
itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi
orang-orang yang ingat.”
(Hud:114).
Kebaikan yang paling
utama setelah keburukan ialah apabila keduanya sejenis. Apabila keburukan itu
berupa ghibah terhadap seseorang, maka kebaikannya harus berupa pujian terhadap
orang yang dighibah, di hadapan orang-orang yang mendengar ghibahnya atau memintaka
ampunan dosa bagi orang yang dighibah. [4]
G.
Macam-macam
Dosa yang Dimintakan Taubat
Taubat diharuskan pada setiap melakukan dosa,
Maka taubat adalah dari semua dosa besar dan kecil. Ada yang mengatakan bahwa
tidak ada dosa kecil jika dilakukan secara terus menerus dan tidak ada dosa
besar bersama istighfar.
Yusuf Al-Qardhawi di dalam bukunya menyebutkan dosa-dosa yang meminta
taubat adalah sebagai berikut:
1.
Dosa karena meninggalkan perintah
dan mengerjakan larangan.
Kedurhakaan yang pertama kehadap Allah adalah
meninggalkan apa yang diperintahkan. Ini merupakan kedurhakaan iblis.
Sebagaimana di dalam surah Al-Baqarah ayat 34, sebagai berikut:
øÎ)ur
$oYù=è%
Ïps3Í´¯»n=uKù=Ï9
(#rßàfó$#
tPyKy
(#ÿrßyf|¡sù
HwÎ)
}§Î=ö/Î)
4n1r&
uy9õ3tFó$#ur
tb%x.ur
z`ÏB
úïÍÏÿ»s3ø9$#
ÇÌÍÈ
dan (ingatlah) ketika Kami berfirman
kepada Para Malaikat: "Sujudlah[36] kamu kepada Adam," Maka sujudlah
mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia Termasuk golongan
orang-orang yang kafir.
[36] Sujud di sini berarti
menghormati dan memuliakan Adam, bukanlah berarti sujud memperhambakan diri,
karena sujud memperhambakan diri itu hanyalah semata-mata kepada Allah.
Kedurhakaan yang kedua adalah mengerjakan apa yang dilarang Allah swt,
yaitu merupakan kedurhakaan Adam.
Tetapi Adam dikalahkan oleh kelemahannya sebagai manusia, sehingga diapun
lalai dan tekadnya menjadi lemah karena mendapat bujukan iblis.
2.
Dosa anggota tubuh dan dosa hati
Banyak orang yang tidak tahu macam-macam kedurhakaan dan dosa selain dari
apa yang ditangkap indranya atau yang berkaitan dengan anggota tubuh zhahir,
seperti kedurhakaan yang lahir dari tangan, kaki, mata, telinga, lidah hidung
dan lain-lainnya yang berhubungan dengan syahwat perut, kemaluan, birahi dan
naluri keduniaan yang ada pada diri manusia.
Kedurhakaan mata adalah memandang apa yang diharamkan Allah. Kedurhakaan
telinga adalah mendengar apa yang diharamkan oleh Allah, seperti kata-kata yang
menyimpang yang diucapkan lisan. Kedurhakaan lisan adalah mengucapkan perkataan
yang diharamkan oleh Allah, yang menurut Imam al-Ghazali ada dua puluh ma cam,
seperti, dusta, ghibah, adu domba, olok-olok, sumpah palsu, janji dusta,
kata-kata batil, omong kosong, tuduhan terhadap wanita-wanita muslimah yang
lalai, ratap tangis, kutukan, caci maki dan sebagainya.
3.
Dosa yang berupa kedurhakaan dan
bid’ah
“Jauhilah
oleh kalian urusan-urusan yang baru, karena setiap yang baru adalah bid’ah dan
bid’ah itu adalah kesesatan”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi)
“Barang
siapa yang mengada-ngadakan sesuatu yang baru dalam agama kami yang bukan
termasuk darinya maka dia tertolak” (HR. Muttafaqun ‘Alaih)
Artinya urusan yang baru itu tidak diterima, karena itu merupakan taqarrub
kepada Allah dengan cara yang tidak menurutnya perintahnya dan tidak seperti
yang disyari’atkan dalam agama serta tidak diizinkannya.
Bahkan pada hakikatnya bid’ah itu merupakan salah satu jenis
kedurhakaan, hanya saja dengan sifat yang lebih khusus. Pelakunya mendekatkan
diri kepada Allah dengan melakukan bid’ah dan dia yakin bahwa dengan bid’ah ini
menjadikan dirinya lebih dekat kepada Allah dari pada orang lain yang tidak
melakukannya.
4.
Yang terbatas dan dosa yang tidak
terbatas
Di antara ketaatan dan kebaikan, ada yang terbatas dan tidak berpengaruh
kecuali terhadapa dirinya sendiri, seperti shalat, puasa, haji, umrah,
haji, dzikir, membaca al-Qur’an, shadaqah, berbakti kepada orang tua, berbuat
baik kepada tetangga, orang miskin dan ibnu sabil. Hal ini tidak berbeda dengan
dosa dan keburukan, yang sebagian diantaranya ada yang hanya berpengaruh kepada
pelakunya dan tidak menjalar kepada orang lain. Namun sebagian lain ada yang
berpengaruh kepada orang lain, sedikit atau banyak
5.
Yang berkaitan dengan hak Allah dan
hak hamba
Cukup banyak contoh dosa, kedurhakaan dan pelanggaran terhadap hak-hak
Allah, seperti meninggalkan sebagian perintah, mengerjakan sebagian yang
dilarang, seperti minum khamar, mendengarkan hal-hal yang tidak pantas,
menyiksa binatang, menyiksa diri sendiri, memboroskan harta dan sebagainya.
Sedangkan dosa yang berkaitan dengan hak hamba, terutama hak material, maka
taubat darinya, tetapi harus mengembalikan hak itu kepada pemiliknya atau
meminta pembebasan darinya atau minta maaf dan memohon pembebasan dari
pemenuhan hak karena Allah semata. Jika tidak hak itu sama dengan hutang yang
harus dilunasinya, hingga kedua belah pihak harus membuat perhitungan
tersendiri pada hari kiamat. Jika kebaikannya tidak mencukupi, maka
keburukan-keburukan orang yang memiliki hak itu dialihkan kepadanya, sampai
akhirnya hak itu terpenuhi.
H.
Penghambat-penghambat
dalam Bertaubat
Sekalipun tidak seluruhnya,
mayoritas penghambat ini adalah bersifat psikologis, yang timbul dari dalam
diri manusia itu sendiri, lalu berpengaruh terhadap trend dan perilakunya.
Sebagian di antaranya yaitu:
1. Meremehkan
dosa
Tidak dapat diragukan, ini merupakan dampak dari kebodohan terhadap
kedudukan Allah Azza wa Jalla, pencipta makhluk, Raja dari segala raja, Yang
Maha Perkasa lagi Maha Menundukkan.
Kedurhakaan terhadap Allah ini tidak boleh diremehkan begitu saja.
Apalagi jika seseorang berkata, “Andaikan saja setiap dosa kukerjakan seperti
ini.” Tapi ia harus menganggap besar setiap kedurhakaan yang pernah
dilakukannya.
Di dalam hadits
Mas’ud disebutkan, “Orang Mukmin itu melihat dosanya seperti gunung. Dia takut
gunung itu menimpa dirinya. Sedangka orang munafik melihat dosanya seperti
lalat yang hinggap di hidungnya, lalu dia menepisnya begini dan begitu.
2. Angan-angan
yang mengada-ngada
Artinya, seseorang menganggap bahwa hidupnya masih panjang, bahwa
kematianya masih jauh, umurnya masih lama hingga ia bisa menggunakanya untuk
bercanda ria sesukanya, lalai, lalai, mengikuti hawa nafsu, dan mengikuti jalan
syetan.
Bencana
yang bisa menimpa diri manusia ialah karena ia beranggapan bahwa kehidupannya
masih lama dan masih ingin menghindar dari kematian sekalipun kematian itu
sudah tampak di depan matanya. Dia berandai-andai untuk bertobat nanti,
sedangkan kematian itu bisa saja datang sekonyong-konyong dan biasanyatidak
teduga-duga.
3. Mengandalkan
ampunan Allah
Sebagaimana
yang telah dikisahkan Allah dalam firman-Nya tentang orang-orang yahudi dalam
surah Al-A’raf ayat 169,
y#n=yÜsù
.`ÏB
öNÏdÏ÷èt/
×#ù=yz
(#qèOÍur
|=»tGÅ3ø9$#
tbräè{ù't
uÚztä
#x»yd
4oT÷F{$#
tbqä9qà)tur
ãxÿøóãy
$uZs9
Maka datanglah sesudah mereka
generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia
yang rendah ini, dan berkata: "Kami akan diberi ampun". (Al-A’raf : 169)
Darimanakah
dia mendapatkan jaminan bahwa Allah akan mengampuni segala dosanya? Ada
perbedaan antara orang mukmin dan orang munafik. Orang-orang mukmin senantiasa
berkata, “Aku khawatir amalku tidak akan diterima.” Sedangkan orang munafik
senantiasa berkata “Aku berharap dosaku diampuni.”
Memang
mengharapkan ampunan Allah itudituntut dari setiap orang muslim, sebesar apapun
dosanya. Tetapi tidak selayaknya seseorang mengharapkan buah tanpa menanam benih atau menanam pohon,
mengairi, dan mengurusnya. Berlebih-lebihan dalam berharap tanpa didahului amal
dan usaha, membuat pelakunya merasa aman dari adzab Allah.
4. Dikungkung
dosa dan putus asa mendapatkan ampunan.
Begitulah yang dipikirkan sebagian orang-orang yang durhaka. Mereka
melihat bahwa dosa-dosa mereka terlalu besar, lalu merasa putus asa dosa-dosanya
tidak akan diampuni. Padahal sesungguhnya rahmat Allah tidak akan pernah
menjadi sempit karena kesalahan-kesalahan mereka, seberapapun besarnya. Allah
berfirman kepada Rasul-Nya,
Katakanlah:
"Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
5.
Berdalih dengan takdir.
Orang yang terperangkap jerat kedurhakaan dan terperdaya berbagai
angan-angan, jika diseru untuk melepaskan diri dari jerat kedurhakaan itu dan
masuk ke dalam ketaatan, mereka berkata “Ini sudah takdirku. Allah telah
menetapkannya atas diriku, sehingga aku tidak bisa lari darinya. Manusia harus
rela terhadap ketetapan-Nya, sebab diri kita terlalu lemah untuk melawan
takdir.”
Bertakdir dengan takdir buruk itu memang diperbolehkan, namun itu
hanya yang kaitannya dengan amal yang sudah lampau. Tetapi untuk amal yang akan
datang, maka tidak diterima sama sekali. Sebab seorang hamba tidak tahu apa
yang ditakdirkan atas dirinya untuk masa yang akan datang.
I.
Buah-buah
Taubat
Apabila semua rukun dan syarat-syarat taubat yang semurni-murninya
dipenuhi, maka di sana akan ada buah-buah taubat yang ranum, yang bisa dipetik
oleh orang yang
bertaubat, diantaranya yaitu :
1. Penghapus
keburukan dan masuk surga
2. Memperbarui
iman
3. Mengganti
keburukan dengan kebaikan
4. Mengalahkan
musuh yang abadi, yaitu syetan
5. Mengalahkan
bisikan nafsu yang menyuruh kepada keburukan
6. Ketundukan
hati kepada Allah
7. Mendapatkan
cinta Allah
8. Menggembirakan
Allah
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat diambil beberapa
kesimpulan, diantaranya :
·
Taubat
adalah amalan seorang hamba untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan atau dosa-dosa
yang kemudian ia kembali kepada jalan yang lurus (yakni pada ajaran yang
diperintahkan oleh Allah dan senantiasa akan menjauhi segala larangannya)
dengan penyesalan telah hanyut dalam kesalahan, dan tidak akan mengulanginya
lagi.
·
Taubat terbagi
kepada beberapa bagian ;
a. Taubatnya
orang-orang yang berkehendak (muriddin),
b. Taubatnya
ahli hakikat atau khawash (khusus).
c. Taubatnya
ahli ma’rifat, dan kelompok istimewa.
·
Taubatan
Nasuha artinya taubat yang sebenar-benarnya dan pasti, yang mampu menghapus
dosa-dosa sebelumnya, menguraikan kekusutan orang yang bertaubat, menghimpun
hatinya dan mengenyahkan kehinaan yang dilakukannya.
·
Siapa yang
bertaubat kepada Allah dengan taubatan nasuha dan menghimpun semua
syarat-syarat taubat sesuai dengan haknya, maka bias dipastikan bahwa taubatnya
diterima oleh Allah. Namun diantara ulama ada yang mengatakan, diterimanya
taubat itu belum bisa dipastikan, tapi hanya sebatas harapan. Orang yang
bertaubat ada di bawah kehendak Allah sekalipun ia sudah bertaubat.
·
Dosa-dosa yang meminta taubat adalah
sebagai berikut:
a.
Dosa karena
meninggalkan perintah dan mengerjakan larangan.
b.
Dosa anggota
tubuh dan dosa hati
c.
Dosa yang
berupa kedurhakaan dan bid’ah
d.
Yang
terbatas dan dosa yang tidak terbatas
e.
Yang
berkaitan dengan hak Allah dan hak hamba
·
Faedah-faedah bertaubat yaitu:
1. Menghapus
keburukan dan masuk surga
2. Memperbarui
iman
3. Mengganti
keburukan dengan kebaikan
4. Mengalahkan
musuh yang abadi, yaitu syetan
5. Mengalahkan
bisikan nafsu yang menyuruh kepada keburukan
6. Ketundukan
hati kepada Allah
7. Mendapatkan
cinta Allah
8. Menggembirakan
Allah
·
Hal-hal yang mampu menghambat taubat yaitu:
a)
Meremehkan dosa
b)
Angan-angan yang mengada-ngada
c)
Mengandalkan ampunan Allah
d)
Dikungkung dosa dan putus asa mendapatkan ampunan.
e)
Berdalih dengan takdir.
B.
Saran
Sebagai seorang muslim, kita harus senantiasa bertaubat, mengingat
taubat memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan kita. Kita tidak boleh
mengecilkan taubat, kita harus bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat agar
mampu mengambil faedah-faedahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qardhawy, Yusuf. 1998. At-Taubah
Illallah. Cairo : Maktabah Wahbiyyah
Al-Rahman, Abd. 2008. Terang Benderang dengan Makrifatullah. Serambi
Sya’rawi, Mutawalli. 2006. Kenikmatan Taubat: Pintu Menuju
Kebahagiaan & Surga. QultumMedia
[1] Yusuf
Al-Qardhawy. At-Taubah Illallah. Maktabah Wahbiyyah, Cairo, 1998. Hal.
36
[2]
Yusuf Al-Qardhawy. At-Taubah Illallah. Maktabah Wahbiyyah, Cairo, 1998.
Hal. 54
[3] Menurut
At-Tirmidzy, ini hadits hasan shahih.
[4]
Yusuf Al-Qardhawy. At-Taubah Illallah. Maktabah Wahbiyyah, Cairo, 1998.
Hal. 51
No comments:
Post a Comment